Wujud Kebudayaan dari suku "Batak"

by - 08.26


ADAT


Adat adalah bagian dari pada Kebudayaan, berbicara kebudayaan dari suatu bangsa atau suku bangsa maka adat kebiasaan suku bangsa tersebut yang akan menjadi perhatian, atau dengan kata lain bahwa adat lah yang menonjol didalam mempelajari atau mengetahui kebudayaan satu suku bangsa, meskipun aspek lain tidak kalah penting nya seperti kepercayaan, keseniaan, kesusasteraan dan lain-lain .
Orang Batak mengenal 3 (tiga) tingkatan adat yaitu:
1. Adat Inti, adalah seluruh kehidupan yang terjadi (in illo tempore) pada permulaan penciptaan dunia oleh Dewata Mulajadi Na Bolon. Sifat adat ini konservatif (tidak berubah).
2. Adat Na taradat, adat yang secara nyata dimiliki oleh kelompok desa, negeri, persekutuan agama, maupun masyarakat. Ciri adat ini adalah praktis dan flexibel, setia pada adat inti atau tradisi nenek moyang. Adat ini juga selalu akomodatif dan lugas menerima unsur dari luar, setelah disesuaikan dengan tuntunan adat yang asalnya dari Dewata.
3. Adat Na niadathon, yaitu segala adat yang sama sekalibaru dan menolak adat inti dan adat na taradat, adat na diadatkan ini merupakan adat yang menolak kepercayaan hubungan adat dengan Tuhan, bahkan merupakan konsep agama baru (Kristen, Islam dll) yang dipandang sebagai adat, yang justru bertentangan dengan agama asli Batak atau tradisi nenek moyang. (Sinaga, 1983).
Berdasarkan ketiga tingkatan adat tersebut diatas. Adat yang sekarang dilakoni orang Batak adalah Adat tingkat kedua. Namun dibeberapa bagaian kelompok Batak sudah mendekati tyingkat ketiga. Meskipun ini terjadi sadar atau tidak sadar dilakukan.

          Unsur Budaya Batak



A. Bahasa

    Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat:
 1.  Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo;
 2.  Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak;
 3.  Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun;
 4.  Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.  
Bahasa Batak bisa dibagi menjadi beberapa kelompok:
Bahasa Batak Utara
o    Bahasa Alas
o    Bahasa Karo
 Bahasa Batak Selatan
o    Bahasa Angkola-Mandailing
o    Bahasa Pakpak-Dairi
o    Bahasa Simalungun
o    Bahasa Toba

B. Teknologi

Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitu:  
ULOS adalah sebuah kain tenun hasil karya suku Batak yang berbentuk selendang. Ulos dikenal oleh suku Batak sejak abad ke-14, seiring masuknya alat tenun tangan dari India. Umumnya, panjang ulos mencapai 2 meter dengan lebar 70 cm. Ulos melambangkan cinta kasih seseorang terhadap sesama. Awalnya ulos berfunsi untuk menghangtkan badan (sebagai selimut atau sebagai selendang untuk menutupi tubuh dari udara dingin), tetapi pada zaman sekarang ulos memiliki fungsi simbolis untuk hal-hal dalam kehidupan suku Batak. Setiap ulos memiliki makna tersendiri. Dalam pandangan suku Batak, ada tiga unsur dalam kehidupan manusia, yaitu darah, nafas, dan panas. Darah dan nafas adalah pemberian dari Tuhan, sedangkan panas yang diberikan matahari tidaklah cukup untuk menghangatkan udara dingin dipemukiman suku Batak, apalagi pada saat malam hari. Menurut suku Batak, ada tiga sumber yang dapat memberi panas kepada manusia, yaitu matahari, api dan ulos. Ulos berfungsi memberi panas yang dapat menyehatkan tubuh.
Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya. ada orang yang memaki ulos dibahunya seperti memakai selendang, ada yang memakainya sebagai kain sarung, ada yang melilitkannya dikepala dan ada pula yang mengikatnya secara ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain khas suku Batak ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali berbeda variasi yang disesuaikan dengan kondisi sosial budaya. Ulos kini tidak hanya berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang kedudukan, lambang komunikasi, dan lambang solidaritas.
Ada banyak sekali macam – macam ulos yang dibuat oleh suku Batak, yaitu:

1. Ulos Ragidup

Ulos ini merupakan ulos yang derajatnya paling tinggi. Pembuatan ulos ragidup adalah pembuatan ulos yang sangat sulit. Disebut ulos ragidup karena terdiri dari warna, lukisan, serta corak (ragi) yang memberi kesan meriah seolah-olah ulos benar-benar hidup (idup). Ulos Ragidup merupakan sebuah simbol kehidupan. Selain sebagai simbol kehidupan, ulos ini juga sebagai simbol doa restu untuk kebahagian dalam sebuah kehidupan rumah tangga, yakni agar keluarga tersebut memiliki banyak keturunan, banyak rejeki, dan panjang umur. Dalam upacara adat perkawinan suku Batak, ulos ragidup diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada ibu pengantin lelaki agar si penerima ulos bisa menerima menantunya dan dapat hidup bersama – sama.

2. Ulos Ragihotang

Ulos ini juga termasuk memiliki derajat yang tinggi, namun cara pembuatannya tidak sesulit ulos ragidup. Ulos ini biasanya digunakan pada saat upacara pernikahan. Ulos ini diberikan oleh orangtua mempelai perempuan kepada menantu lelakinya atau yang biasa disebut ulos Hela. Disebut ulos ragihotang karena memiliki makna kedua mempelai memiliki ikatan pernikahan yang kuat, yang tak mudah dipatahkan seperti rotan (hotang).

3. Ulos Sibolang Rasta

Ulos ini juga digolongkan sebagai ulos berderajat tinggi, sekalipun cara pembuatannya lebih sederhana. Ulos sibolang rasta biasa digunakan untuk keadaan duka cita dan suka cita. Namun, warna hitamnya lebih banyak digunakan sebagai perlambang kedukaan. Ulos ini diberikan kepada seorang wanita yang ditinggal mati suaminya sebagai tanda menghormati jasanya selama menjadi istri almarhum. Pemberian ulos tersebut biasanya dilakukan pada waktu upacara berkabung, dan dengan demikian juga dijadikan tanda bagi wanita tersebut bahawa ia telah menjadi seorang janda.

4. Ulos Maratur

Ulos ini memiliki motif garis – garis yang menggambarkan jejeran burung atau bintang yang tersusun teratur. Sebagai perlambang sikap patuh, rukun, dan kekeluargaan. Termasuk dalam hal kekayaan dan kekuasaan. Dan biasanya ulos ini digunakan dengan harapan agar setelah anak pertama dalam sebuah keluarga lahir akan menyusul kelahiran anak-anak lainnya sebanyak burung atau bintang yang terlukis dalam ulos tersebut.

5. Ulos Abit Godang

Ulos yang memiliki harga yang cukup tinggi ini memiliki makna suatu harapan dari orangtua agar anaknya berlimpah sukacita dan kebahagiaan. Konon, kain ini memiliki tempat terhormat di mata masyarakat Batak – Toba.

6. Ulos Mangiring

Ulos inilah yang biasa digunakan sehari-hari. Ada pula yang digunakan sebagai tali-tali (tutup kepala kaum pria) dan saong (tutup kepala wanita). Biasanya ulos ini diberikan oleh orang yang dituakan kepada cucu-cucunya.

7. Ulos Lobu – lobu

Ulos ini tergolong dalam ulos yang jarang dikenal dan dimiliki. Biasanya hanya digunakan oleh mereka yang dilanda kemalangan. Ulos ini tidak diperdagangkan. Zaman dulu, ulos ini diberikan kepada anak perempuan yang sedang hamil supaya proses melahirkan anak berjalan lancar, dan supaya bayi serta ibunya selamat dan sehat.

8. Ulos Runjat

Ulos ini biasanya hanya dimiliki mereka yang memiliki status tinggi di masyarakat. Hanya digunakan pada acara-acara khusus.

9. Ulos Ragi Pakko

Ulos ini biasanya digunakan sebagai selimut untuk menghangatkan tubuh dari udara dingin. Ulos ini biasanya dimiliki oleh orang yang sudah memiliki cucu anak lelaki dan anak perempuannya. Jarang sekali orang yang memiliki ulos ini, karena memiliki aturan yang sangat banyak.

* Masih banyak macam – macam ulos lainnya, yaitu Ulos Ragi Botik, Ulos Ragi Angkola, Ulos Sirata, Ulos Silimatuho, Ulos Holean, Ulos Tumtuman / Edang – edang, dsb.
Kalau kita melihat ulos dari besar – kecil biaya pembuatannya, ulos dapat dibedakan dalam dua golongan :



1. Ulos Nabalga

Ulos ini adalah ulos kelas tertinggi. Jenis ulos ini pada umumnya digunakan dalam upacara adat sebagai pakaian resmi atau sebagai ulos yang diserahkan atau diterima. Yang termasuk didalam golongan ini ialah: Sibolang, Runjat Jobit, Ragidup, dsb.

2. Ulos Nametmet

    Ulos ini ukuran panjang dan lebarnya lebih kecil dan lebih murah daripada ulos nabalga, tidak digunakan dalam upacara adat, melainkan untuk dipakai sehari-hari.


AKTIVITAS BUDAYA BATAK

A.   Pernikahan

Garis besar tata cara dan urutan pernikahan adat batak Na Gok adalah sebagai berikut:
1. Mangarisika.
2. Marhori-horiDinding/marhusip.
3. MarhataSinamot.
4. Pudun Sauta.
5. Martumpol (baca : martuppol)
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
7. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
8. Pesta Unjuk.
9. Mangihut di ampang (dialap jual)
10. Ditaruhon Jual.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
12. Paulak Unea.
13. Manjahea.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)
 

B.    Kekerabatan

kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin
 

C.    Mata Pencaharian

Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan.
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
 

D.   Kepercayaan

Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan. Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 yang disiarkan oleh para Missionaris dari Jerman yang bernama Nomensen dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mempertahankan konsep asli religi penduduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya. Debeta Mula Jadi Na Balon: bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:
        a. Tondi:
Jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
b. Sahala:
Jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula. 
          c. Begu: 
Tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam. Beberapa begu yang ditakuti oleh orang Batak, yaitu:
a) Sombaon, yaitu begu yang bertempat tinggal di pegunungan atau dihutan rimba yang gelap dan mengerikan.
b) Solobean, yaitu begu yang dianggap penguasa pada tempat tempat tertentu
c) Silan, yaitu begu dari nenek moyang pendiri hutan/kampung dari suatu marga
d) Begu Ganjang, yaitu begu yang sangat ditakuti, karena dapat membinasakan orang lain menurut perintah pemeliharanya.
Ada juga kepercayaan yang ada di Tarutung tentang ular (ulok) dengan boru Hutabarat, dimana boru Hutabarat tidak boleh dikatakan cantik di Tarutung. Apabila dikatakan cantik maka nyawa wanita tersebut tidak akan lama lagi, menurut kepercayaan orang itu.
 

E.    Kesenian

    1. Seni Tarian
    Seni tari Batak pada zaman dahulu merupakan sarana utama pelaksanaan upacara ritual keagamaan. Menari juga dilakukan dalam acara gembira seperti sehabis panen, perkawinan, yang waktu itu masih bernapaskan mistik (kesurupan). Acara pesta adat yang membunyikan gondang sabangunan (dengan perangkat musik yang lengkap), erat hubungannya dengan pemujaan para Dewa dan roh-roh nenek moyang (leluhur) pada zaman dahulu. Contohnya seni Tari Tor-tor (bersifat magis). Didalam menari setiap penari harus memakai Ulos.
Orang Batak mempergunakan alat musik/Gondang yaitu terdiri dari: Ogung sabangunan terdiri dari 4 ogung. Kalau kurang dari empat ogung maka dianggap tidak lengkap dan bukan Ogung sabangunan dan dianggap lebih lengkap lagi kalau ditambah dengan alat kelima yang dinamakan Hesek. Kemudian Tagading terdiri dari 5 buah. Kemudian Sarune (sarunai) harus memiliki 5 lobang diatas dan satu dibawah.
    Menari juga dapat menunjukkan sebagai pengejawantahan isi hati saat menghadapi keluarga atau orang tua yang meninggal, tariannnya akan berkat-kata dalam bahasa seni tari tentang dan bagaimana hubungan batin sipenari dengan orang yang meninggal tersebut. Juga Menari dipergunakan oleh kalangan muda mudi menyampai hasrat hatinya dalam bentuka tarian, sering taruian ini dilakukan pada saat bulan Purnama. Kesimpulannya bahwa tarian ini dipergunaka sebagai sarana penyampaian batin baik kepada Roh-roh leluhur dan maupun kepada orang yang dihormati (tamu-tamu) dan disampaikan dalam bentuk tarian menunjukkan rasa hormat.
 
    2. Seni arsitektur
    Rumah adat Siwaluh Jabu, rumah adat Batak Karo. Rumah ini bertiang tinggi dan satu rumah biasanya dihuni atas satu keluarga besar yang terdiri dari 4 sampai 8 keluarga Batak. Di dalam rumah tak ada sekatan satu ruangan lepas. Namun pembagian ruangan tetap ada, yakni dibatasi oleh garis-garis adat istiadat yang kuat, meski garis itu tak terlihat. Masing-masing ruangan mempunyai nama dan siapa yang harus menempati ruangan tersebut, telah ditentukan pula oleh adat.
Fungsi utama dari ujung atap yang menonjol ini adalah untuk memungkinkan asap keluar dari tungku dalam rumah. Pada bagian depan dan belakang rumah adalah panggung besar yang disebut ture, konstruksinya sederhana dari potongan bambu melingkar dengan diameter 6 cm. Panggung ini dugunakan untuk tempat mencuci, menyiapkan makanan, sebagai tempat pembuangan (kotoran hewan) dan sebagai ruang masuk utama. Jalan masuk menuju ture adalah tangga bambu atau kayu.

 

               NILAI BUDAYA

1.Tarombo

Silsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak khusunya kaum Adam diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.

2. Kekerabatan

Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.

3. Hagabeon

Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-baik.

4. Hamoraan

Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.

5. Uhum dan ugari

Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.

6. Pengayoman

Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.

7. Marsisarian

Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu










DAFTAR PUSTAKA : 

 http://hasanwijaya766hi.blogspot.co.id/2013/04/contoh-wujud-kebudayaan.html

http://yohanberntwen.blogspot.co.id/2012/10/wujud-kebudayaan-dan-unsur-unsur.html

You May Also Like

0 comments

Brown Bobblehead Bunny