Internet Addiction & Contoh
NAMA : SARAH DEWI ULI PASARIBU(17515854)
KELAS: 2PA11
Internet Addiction & Contoh
1. Pengertian
Seperti halnya adiksi terhadap zat, adiksi internet dapat
diartikan sebagai pemakaian internet secara terus-menerus hingga dapat
mengganggu kehidupan sehari-hari penderitanya.
2. Kriteria-Kriteria Internet Addiction
Kriteria untuk mengetahui seseorang telah mengalami adiksi
terhadap internet diadaptasi dari kriteria-kriteria ketergantungan zat seperti
disebutkan di dalam DSM-IV, yaitu :
a. Toleransi, yang ditunjukkan dalam perilaku sebagai
berikut :
• Kebutuhan meningkatkan waktu penggunaan internet untuk
mendapatkan kepuasan dan mengurangi efek keinginan terus-menerus memakai
internet
• Secara nyata mengurangi efek keinginan tersebut dengan
melanjutkan pemakaian internet dengan waktu yang sama terus menerus
b. Withdrawal, yang termanifestasikan ke dalam salah satu
ciri-ciri berikut :
• Kesulitan untuk menghentikan atau mengurangi pemakaian
internet, agitasi psikomotor, kecemasan, secara obsesif memikirkan tentang apa
yang sedang terjadi di internet, fantasi atau mimpi tentang internet, sengaja
atau tidak sengaja menggerakkan jari-jari seperti gerakan sedang mengetik
dengan komputer.
• Pemakaian internet atau layanan online yang mirip untuk
melepaskan diri atau menghindarkan diri dari simptom-simptom withdrawal.
c. Sering menghabiskan waktu mengakses internet lebih lama
dari yang direncanakan (kehilangan orientasi waktu).
d. Gagal mewujudkan keinginan untuk mengurangi atau
mengontrol pemakaian internet.
e. Menghabiskan banyak waktu dengan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan internet (misalnya membeli buku-buku tentang internet,
mencoba-coba browser WWW baru, dan mengatur material-material hasil dari
download).
f. Terganggunya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga, lingkungan, pekerjaan akibat pemakaian internet.
g. Tetap menggunakan internet secara berlebihan meskipun
sudah memiliki pengetahuan mengenai dampak-dampak negatif dari pemakaian
internet secara berlebihan.
Zsolt Demetrovics, et. al. (2008) mengembangkan kuisioner
mengenai internet addiction yang disebut PIUQ (Problematic Internet Use
Questionnaire). Faktor-faktor internet dalam kuisioner tersebut terbagi menjadi
tiga kelompok utama, yaitu:
a. Keterikatan mental dengan internet
Yang termasuk dalam kategori ini antara lain melamun, sering
berfantasi tentang internet, menunggu kesempatan untuk ber-online lagi, di sisi
lain, kecemasan, kekhawatiran, dan depresi karena kurangnya pemakaian internet.
b. Pengabaian aktivitas sehari-hari dan kebutuhan-kebutuhan
dasar
Faktor ini adalah mengenai berkurangnya tingkat kepentingan
urusan rumah tangga, pekerjaan, belajar, makan, hubungan sesama, dan
aktivitas-aktivitas lain serta pengabaian aktivitas-aktivitas tersebut akibat
peningkatan frekuensi pemakaian internet.
c. Kesulitan dalam mengontrol pemakaian internet
Yang termasuk dalam kategori ini adalah pemakaian internet
yang lebih sering dan lebih lama dari yang sebelumnya direncanakan, disamping
ketidakmampuan untuk mengurangi jumlah pemakaian internet.
3. Jenis-Jenis Internet addiction
Berikut ini adalah sub-sub tipe dari internet addiction
menurut Kimberly S. Young, et. al. (2006):
a. Cybersexual Addiction,
Termasuk ke dalam cybersexual addiction antara lain adalah
individu yang secara kompulsif mengunjungi website-website khusus orang dewasa,
melihat hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas yang tersaji secara
eksplisit, dan terlibat dalam pengunduhan dan distribusi gambar-gambar dan
file-file khusus orang dewasa.
Contoh : Komplotan cybersex dunia terbongkar di Filipina
Sindonews.com - Kepolisian
Nasional Filipina dan Polisi internasional (Interpol) membongkar komplotan
penjahat pornografi dunia. Sebanyak 58 orang dari komplotan itu ditangkap, dan 250
komputer dan laptop disita.
Polisi menyebut komplotan itu sebagai sindikat “sextortion” internasional. Mereka terlibat
dalam kejahatan cybersex. Salah satunya mengunggah video-video asusila. Modus
kejahatan dari komplotan itu adalah memeras para korban dalam video yang mereka
sebarkan di internet.
Para korbannya mencapai ratusan orang dari berbagai negara.
Seperti Australia, Singapura, Hong Kong, Amerika Serikat dan Inggris. Komplotan
itu sudah beraksi tiga hingga empat tahun terakhir ini.
Kepala Polisi Filipina, Alan Purisima, mengatakan, para
korban diancam agar menyerahkan uang jika video asusila mereka tidak ingin
tersebar ke internet. Dari aksi tersebut, komplotan “sextortion” telah meraup
jutaan peso atau ribuan dolar Amerika Serikat.
Salah satu korban komplotan itu adalah seorang remaja
Inggris berusia 17 tahun, yang akhirnya memilih bunuh diri karena malu. Bukti
remaja itu menjadi korban salah satunya, pernah terlibat pembicaraan dengan
seseorang dari Filipina.
Sindikat menggunakan sejumlah platform internet, tidak hanya
media sosial seperti Facebook dan Twitter. Komplotan itu terbongkar, setelah
Interpol memantai media sosial dan alat IP tertentu. Interpol juga memantau
aliran uang dari para korban.
Purisima mengatakan, komplotan itu mendapat konten-konten
asusila berkat melakukan kontak di media sosial. Caranya, mereka berteman
dengan akun para korban, kemudian mengajak mereka untuk melakukan aksi
cybersex.
”Gambar-gambar atau informasi ini yang kemudian digunakan
sindikat tersebut untuk memeras para korban dengan ancaman menyebarkan konten
asusila itu kepada orang lain,” kata Purisima, seperti dikutip Reuters. Setiap
korban rata-rata diperas antara USD500 hingga USD2.000.
b. Cyber-Relationship Addiction
Cyber-relationship addiction mengacu pada individu yang
senang mencari teman atau relasi secara online. Individu tersebut menjadi
kecanduan untuk ikut dalam layanan chat room dan seringkali menjadi
terlalu-terlibat dalam hubungan pertemanan online atau terikat dalam
perselingkuhan virtual.
Contoh : Pengguna Media Sosial Banyak yang Selingkuh
Liputan6.com, Menurut sebuah penelitian, seseorang yang
kerap menggunakan media sosial, sekitar 32 persen di antaranya lebih cenderung
berpikir untuk meninggalkan pasangannya. Para peneliti dari Boston University
menemukan korelasi antara penggunaan media sosial, masalah perkawinan, dan
perceraian.
Peneliti menyimpulkan bahwa Facebook merupakan salah satu
penyebab meningkatnya perceraian suami-istri. Penelitian yang dipimpin oleh
James E. Katz di College of Communication ini membandingkan tingkat perceraian
suami-istri di 43 negara antara tahun 2008 dan 2010.
Untuk mengetahui 'penetrasi Facebook', Katz bersama dua
orang penulis menghitung jumlah akun Facebook dan dibagi dengan populasi di
suatu negara. Para peneliti menemukan bahwa peningkatan 20 persen pengguna
Facebook di tiap negara dapat dikaitkan dengan pertumbuhan tingkat perceraian
sebesar 2,18 persen.
Ketika penulis menghitung variabel status pekerjaan, usia,
dan ras, korelasinya tetap konstan. Mereka menemukan bahwa korelasi bisa
menjadi prediktor signifikan dari angka perceraian. Demikian seperti dikutip
dari Daily Mail, Jumat (4/6/2014).
"Studi ini melihat data untuk memahami perilaku manusia
yang dipengaruhi oleh teknologi komunikasi, khususnya teknologi yang berbasis
mobile," kata Katz.
Para peneliti juga memeriksa data yang dikumpulkan pada
tahun 2011 oleh University of Texas di Austin, yang meminta 1.160 orang menikah
di usia 18-39 tahun bercerita tentang keharmonisan rumah tangga mereka.
Orang yang tidak menggunakan media sosial, 11,4 persen di
antaranya lebih merasa bahagia dengan pernikahannya dibandingkan dengan orang
yang menggunakan media sosial. Sementara para pengguna media sosial, 32 persen
di antaranya cendurung tidak betah di rumah dan berpikir untuk meninggalkan
pasangannya.
Meskipun beberapa studi sebelumnya menunjukkan bahwa
Facebook dan situs media sosial lainnya membuat orang lebih sering berbohong,
para peneliti menyimpulkan bahwa pria dan wanita yang mengalami masalah
pernikahan, kerap memperoleh dukungan emosional dari media sosial.
Pun demikian, banyak pasangan suami-istri yang menjadi
korban akibat penggunaan Facebook. Lynn France, seorang ahli terapi okupasional
dari Cleveland, Ohio terkejut ketika ia melihat foto suaminya, John, menikah
dengan orang lain di Facebook.
c. Net compulsions
Yang termasuk dalam sub tipe net compulsions misalnya
perjudian online, belanja online, dan perdagangan online.
Contoh : Bareskrim Ungkap Judi Berkedok Permainan Anak di Riau
Liputan6.com,
Jakarta - Sebanyak 16 orang ditangkap jajaran Subdit III Direktorat Tindak
Pidana Umum Bareskrim Polri. Mereka diduga terlibat dalam sindikat perjudian di
Dumai, Riau. Kasubdit III Dittipidum Bareskrim Kombes Sulistiyono mengatakan
keenam belas tersangka itu diamankan dari sejumlah tempat.
Dalam menjalankan bisnis haramnya, mereka berpura-pura
membuka wahana permain untuk anak-anak.
"Lokasi perjudian ini berkedok permainan anak-anak,
tapi bila menang voucernya bisa ditukar uang langsung," kata Sulistiyono
di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Ia menjelaskan, dua lokasi yang digerebek ialah di Star Zone
bertempat di Jalan Budi Kemuliaan, Dumai, Riau.
Di situ sebanyak tujuh tersangka ditangkap dan diamankan
juga 45 mesin permainan. Kemudian lokasi lainnya berada di Jalan Hasanudin,
Kelurahan Rimba Sekampung, Dumai, Riau. Di tempat itu, para pelaku juga
seakan-akan menyewakan permainan anak-anak.
"Kami juga sita 76 lembar voucer serta uang tunai Rp
33.731.000. Di sana juga ditemukan 12 mesin permainan, 285 lembar voucer dan
uang tunai sebesar Rp 26.955.000," dia menambahkan.
Dari dua lokasi itu, Sulistiyono menambahkan, per bulannya
mendapatkan omzet Rp 600 juta. "Kini pelaku sudah kami tahan dan kami
kenakan Pasal 303 KUHP tentang perjudian," Sulistiyono menandaskan.
d. Information Overload
Information overload mengacu pada web surfing yang bersifat
kompulsif.
e. Computer Addiction
Salah satu bentuk dari computer addiction adalah bermain
game komputer yang bersifat obsesif.
Contoh: Main Game 3 Hari, Pria Taiwan Meninggal di Warnet
Liputan6.com, Taipei- Hati-hati apabila Anda kecanduan
bermain game. Jangan sampai nyawa Anda melayang karena kecanduan permainan
komputer ini. Seorang gamer berusia 32 tahun diketemukan meninggal dunia di
kursi di sebuah warnet di Taiwan.
Gamer berjenis kelamin pria ii diketahui bernama Hsieh
ditemukan merosot di kursinya setelah menghabiskan 72 jam di depan layar
komputer.
Staf warnet awalnya mengira Hsieh sedang tidur. Namun ia
segera dilarikan ke rumah sakit setelah mereka menemukan dia tidak bernapas.
Tak lama kemudian, Hsieh dinyatakan meninggal.
Para dokter di Rumah Sakit Nasional Taiwan mengatakan kepada
Taiwan Today, Senin (19/1/2015) bahwa Hsieh meninggal karena gagal jantung yang
disebabkan oleh periode intens bermain game. Hsieh dilaporkan penggemar
mermainan combat game atau tempur. (Liz)
0 comments